Selasa, 27 Januari 2009

Pasar bebas ide/gagasan


GAGASAN PEMEKARAN PROVINSI NTT :
Pembentukan Provinsi Timor Barat & Kepulauannya
WHY NOT ?
by.Ronny Abi *

Fokus harian Kompas tanggal 19 Desember 2008 yang mengelaborasi pemikiran pemikiran dalam seminar : 50 Tahun Sunda Kecil Berlalu “ sangat menggugah memory kolektif kita sebagai orang NTT, untuk merefleksikan “apa sesungguhnya penyebab NTT dan NTB kembaran Bali yang kini semakin terpuruk dalam kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan “ ?
Pada hal pada saat pemekaran 50 tahun lalu, ketiganya hampir sama dan setara posisioningnya, baik dalam sumber daya alam, sumber daya manusia maupun prasarana dasar infrastruktur. Namun dalam perjalanan kemudian Bali berlari sangat kecang meninggalkan dua kembarannya dan justru menyatu erat baik secara politik kawasan maupun politik dagang dengan pulau Jawa, sehingga dalam segala hal selalu menjadi : Jawa - Bali. Dan tidaklah berlebihan bila status inilah yang menjadikan Bali meninggalkan kembarannya NTB-NTT dalam segala aspek pembangunan.
Terlepas dari hal tersebut, yang juga menjadi factor utama penyebab ketertinggalan NTB-NTT dari Bali adalah “ salah urus “ baik melalui kebijakan kebijakan pemerintah pusat Jakarta, maupun oleh kebijakan kebijakan dan program program penerapan di daerah oleh penguasa penguasa local baik pemerintahan maupun pemimpin pemimpin informal dalam masyarakat.
Beberapa contoh yang dikemukakan Kompas seperti korupsi yang merajalela tetapi tidak ada satupun terdakwa yang digiring hingga kepengadilan, foya foya para pejabat lokal diatas penderitaan masyarakat miskin, balita balita kurang gisi, pengangguran dan angka putus sekolah yang tinggi, kualitas SDM yang semakin terpuruk dan sebagainya, semakin menambah suramnya pembangunan NTT umumnya dan Timor barat khususnya.
Pada awal reformasi, Kompas juga pernah menurunkan ulasan tentang NTT, dimana hampir seluruh Kabupaten di NTT membangun tanpa rencana. Awalnya kita dapat memahami, bahwa hal ini terjadi mungkin karena selama regim Suharto, pemerintahan sangat sentralistik, sehingga inisiatif daerahmatidan tidak berkembang. Namun setelah hampir sepuluh tahun reformasi, bahkan diera otonomi sekarang kog hal ini masih terjadi hampir diseluruh Kabupaten di NTT ?
Berarti kita boleh berkesimpulan bahwa memang tidak ada inisiatif, kreasi dan inovasi para pemimpin di NTT, untuk keluar dari problem kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan NTT. Sebaliknya justru kita menduga bahwa hal ini sengaja dibiarkan dan dipelihara oleh para penguasa lokal dengan motif tertentu. Boleh jadi agar tetap diberi belas kasihan oleh pemerintah pusat dan berbagai lembaga donor internasional, sehingga pada giliran berikutnya anggaran dana dan proyek gampang dikorupsi. Lantas apa yang sebaiknya dilakukan oleh rakyat NTT umumnya dan Timor Barat khususnya
Upaya yang dilakukan oleh Gubernur terpilih Frans Lebu Raya mulai menggalang aliansi regional/kawasan dengan rekan rekan eks provinsi Sunda Kecil, Bali dan NTB, patut diapresiasi dan didiukung. Tetapi hal ini tidak akan cukup untuk mendongkrak dan mengejar ketertinggalan NTT apalagi untuk mensejajarkan NTT dengan Bali dengan fokus pilihan pariwisata.
Dari sisi kultur saja sudah sulit. Masyarakat Bali adalah open societies yang sangat didukung kultur persahabatan, sedangkan NTT, masyarakatnya cenderung tertutup, fighting spirit rendah, arogan, miskin inisiatif dan inovasi dan sebagainya. Contoh kecil melayani tamu tanpa senyum, belum lagi minimnya prasarana untuk mendukung sektor pariwisata sebagai pilihan utama menggenjot ketertinggalan NTT.
Diperlukan pemikiran dan tindakan yang “progresif revolusioner” dari para pemimpin NTT untuk membenahi ketertinggalan NTT secara mendasar dan massif. Bila perlu dengan meniru apa yang pernah dilakukan Sukarno pada awal kemerdekaan yaitu : Jebol dan Bangun. Sudah saatnya kultur, character dan perilaku perilaku negative masyarakat dan pemimpin NTT harus dijebol seperti budaya belis, minuman keras, pemimpin yang korup, preman politik dan lain sejenisnya harus segera dibasmi sampai ke akar akarnya. Harus dinyatakan “terlarang di NTT” Diganti dengan hal hal posetif yang harus didahului oleh contoh contoh dari perilaku para pemimpin yang bersifat top down.Pemimpin memberi contoh pasti diikuti rakyat. Pimpinan di Provinsi/Kab tidak melakukan korupsi pasti diikuti dengan para camat kepala desa hingga RT/RW.
Dengan kondisi provinsi NTT yang merupakan provinsi Kepulauan terbesar di Indonesia, dan letak geografis yang terisolasi dari sentra sentra politik dan ekonomi nasional maupun internasional, maka strategi yang harus dilakukan untuk mempercepat pembangunan kawasan NTT adalah dengan pemekaran Provinsi NTT menjadi 3 provinsi yaitu : Provinsi Flores & Kepulauannya, Provinsi Sumba dan Provinsi Timor Barat & Kepulauannya.
Pemekaran tersebut akan mendorong terjadinya pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana dasar yang sangat focus di masing masing daerah pemekaran, dana dan bantuan pemerintah pusat dan donatus internasional juga akan sangat focus serta birokrasi menjadi sederhana, efisien dan tidak panjang, sehingga akan meminimalisir penyelewengan dan korupsi.
Dari data dan fakta yang ada secara administrative sesuai dengan peraturan perundang undangan yang ada, NTT sangat dimungkinkan untuk dimekarkan menjadi 3 provinsi sebagaimana disebutkan diatas. Flores dari sisi jumlah kabupaten, penduduk, dan potensi sudah saatnya untuk menjadi satu provinsi tersendiri. Sehingga tidak ada alasan untuk pemerintah dan DPRD provinsi NTT untuk menolak pembentukan provinsi Flores, karena sangat terkesan bahwa penolakan tersebut hanya semata mata alas an politis dan hanya untuk mempertahankan psosisi politis status quo.
Begitu pula dengan Timor Barat yang bila ditinjau dari berbagai aspek sudah sangat layak untuk menjadi satu provinsi terlepas dari NTT. (Baca: Data,Fakta & Potensi Timor barat layak jadi provinsi) Dari sisi wilayah jumlah kabupaten/kota, jumlah penduduk, infrastruktur, sarana prasarana, potensi ekonomi, Timor Barat sudah saatnya menjadi satu provinsi tersendiri dari NTT. Sama halnya juga dengan Sumba sudah sangat memenuhi syarat untuk menjadi satu provinsi tersendiri.
Apa yang terjadi bila NTT dimekarkan menjadi 3 provinsi ? Yang terjadi adalah Flores mulai dari Selat Sape hingga Lembata akan terbangun dengan baik infrastruktur dasar jalan darat, pelabuhan laut dan Bandar udara, jaringan listrik, bendungan/dam air baku yang memadai untuk pemenuhan masyarakat Flores baik untuk proses produksi maupun untuk distribusi barang dan jasa, baik antar daerah di flores, maupun dengan daerah daerah di luar flores seperti NTB,Bali, Jawa, Makasar dan sulawesi dan sebaginya. Orang Flores tidak perlu harus melalui Kupang dulu untuk menjual produknya, tetapi langsung ke Mataram, Bali, Jawa, Makasar dan sebagainya. Jadi sangat tidak beralasan apabila Pemda dan DPRD Provinsi NTT menolak pemekara Flores menjadi satu provinsi. Timor Barat dan sumba pun akan demikian bila dijadikan satu provinsi tersendiri.
Bila NTT dimekarkan menjadi 3 provinsi maka yang akan terjadi adalah bantuan dan proyek dari pemerintah pusat akan sangat terfokus pada provinsi pemekaran tersebut. Dan bantuan tersebut tidak akan terlalu panjang birokrasinya sehingga pasti akan meminimalisir potensi penyelewengan dan korupsi dan menjadi sangat effisien. Sebagai ilustrasi sederhana, bila selama ini bantuan seratus juta ke NTT harus dibagi untuk 20 Kabupaten dan kota, maka bila dimekarkan menjadi 3 provinsi pasti bantuannya menjadi 300 juta dengan masing masing provinsi mendapat seratus juta. dan pembagiannya kepada 20 kabupaten akan menjadi lebih besar.
Bila NTT dimekarkan menjadi 3 provinsi maka yang akan terjadi adalah pengembangan berbagai potensi potensi ekonomi yang dimiliki oleh NTT seperti sector kelautan, sector pertanian, sector peternakan, sector industri dan perdagangan, sector pertambangan dan pariwisata akan semakin meningkat, karena perhatian pemerintah masing masing provinsi akan semakin focus, dan penuh inisiatif, kreasi dan inovasi untuk memberi nilai tambah pada masing masing sector guna memenuhi dunia pasar dan persaingan.
Dari sekilas gambaran ini, maka secara umum apabila NTT dimekarkan menjadi 2 atau 3 provinsi yang akan terjadi adalah percepatan pembangunan segala sector di seluruh wilayah NTT beserta daerah pemekarannya khususnya dalan bidang penyediaan infrastruktur dan sarana prasarana dasar, peningkatan ekonomi daerah karena pengembangan potensi potensi yang dimiliki akan semakin meluas dan massif, serta efisiensi, penghematan dan preventifisasi potensi potensi penyelewengan dan korupsi akan semakin membaik.
Dan pada giliran berikutnya, NTT sudah dapat berdiri tegak dan berisap untuk mengejar ketertinggalannya dari wilayah lain di Indonesia. Karena kebodohan, kemiskinan dan ketertinggalan NTT bukanlah sebuah kutukan Tuhan yang tidak dapat diubah, tetapi lebih disebabkan oleh salah urus para pemimpin selama ini di NTT. Tanah Timor, Flores, Sumba dan kepulauannya adalah Tanah Perjanjian oleh Sang Pencipta kepada umatnya dan bukan hanya kepada para pemimpinnya. Karena itu hanyalah umatnya yang dapat merubah nasibnya bukan hanya menggantungkan pada para pemimpinnya.
Untuk itu, himbauan kepada seluruh masyarakat di NTT sudah saatnya kita bersatu untuk mengubah nasib dan penderitaan kita. Karena apabila kekkuatan rakyat bersatu siapapun tidak akan mampu menghadangnya. Saatnya kini rakyat menentukan melalui suaranya karena suara rakyat adalah suara Tuhan.
Rakyat di Flores harus meminta setiap caleg DPR/DPRD I/DPRD II yang sekarang berkampanye untuk membuat pernyataan tertulis bahwa apabila ia terpilih, maka akan memperjuangkan pembentukan Provinsi Flores sebagai program pertamanya. Rakyat Timor Barat, Alor & Rote, juga harus meminta para caleg yang sementara berkampanye untuk membuat pernyataan tertulis bila ia terpilih akan memperjuangkan pembentukan provinsi Timor Barat. Begitu pula yang harus dilakukan oleh masyarakat di Sumba. Karena pemilu 2009 adalah moment yang sangat tepat untuk suara rakyat NTT menyuarakan aspirasinya untuk meribah nasib dan penderitaannya. Bila ini tidak terjadi, maka selanjutnya, bersiap siaplah untuk dibodohi, agar kemiskinan dan keterbelakangan tetap diabadikan oleh para pemimpin dan politisi di NTT.* Penulis adalah kuli perusahaan asing di Jakarta & Sumatera. yang hobi mengamati NTT. Copyright@ ronny abi/morris centre/01-2009